I.
Sejarah Kerajaan
Dinasti
Syailendra diduga berasal dari daratan Indocina
(sekarang Thailand
dan Kemboja).
Dinasti ini bercorak Budha Mahayana, didirikan oleh Bhanu pada tahun 752. Pada
awal era Mataram Kuno, Dinasti Syailendra cukup dominan dibanding Dinasti
Sanjaya. Pada masa pemerintahan raja Indra
(782-812), Syailendra mengadakan ekspedisi perdagangan ke Sriwijaya.
Ia juga melakukan perkawinan politik: puteranya, Samaratungga,
dinikahkan dengan Dewi Tara,
puteri raja Sriwijaya. Pada tahun 790,
Syailendra menyerang dan mengalahkan Chenla (Kamboja), kemudian sempat berkuasa
di sana selama beberapa tahuan. Peninggalan terbesar Dinasti Syailendra adalah Candi Borobudur
yang selesai dibangun pada masa pemerintahan raja Samaratungga (812-833).
II.
Peninggalan
sejarah
· Candi Kalasan
Candi Kalasan merupakan peninggalan dari Wangsa Sailendra yang terletak 50 meter di sebelah selatan Jalan Yogyakarta-Solo, tepatnya di Kalibening, Desa Tirtomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta.
• Candi Sari
Candi Sari merupakan candi yang beraliran Buddha, candi berada tidak jauh dari Candi Kalasan, yaitu di sebelah timur laut tepatnya ada di Dusun Bendan, Desa Tirtomartani, Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman, Yogyakarta.
· Candi Sewu
Candi Sewu merupakan candi
Buddha
berdiri pada abad ke-8 Masehi di akhir masa pemerintahan Rakai Panangkaran.
Rakai Panangkaran merupakan raja yang termahsyur dari kerajaan
Mataram
Kuno.
· Candi Lumbung
dan Candi Bubrah
Candi Lumbung juga
merupakan candi Buddha
yang terletak di dalam kompleks Candi Prambanan,
sekitar 300 meter ke utara dari Candi Prambanan, yaitu di sebelah candi Bubrah.
• Candi Mendut
• Candi Borobudur
Candi yang sangat
terkenal di dunia. Candi Borobudur merupakan kompleks candi terbesar
• Ratu Baka
Suatu kompleks yang
sampai kini masih dalam penyelidikan . Mendapat dongeng Ratu baka
adalah tempat
keraton dari Raja Baka. menurut Prijohutomo (1953: 84) menyimpulkan
“disamping
arca-arca yang bersifat Buddha ada pula yang bersifat Siwa.
Maka kompleks ini
rupa-rupanya bukan keraton, melainkan suatu kompleks kuil pula yang
dahulu
dibangun disitu”.
III. Sumber Sejarah
1. Prasasti
Canggal , yang menyebutkan tentang pembuatan lingga oleh raja Sanjaya.
2. Prasasti
Kelurak, berangka tahun 782 M.
3. Prasasti
Karang Tengah, berangka tahun 824 M.
4. Prasasti
Sojomerto.
5. Prasasti
Kedu atau Balitung, berangka tahun 907 M.
6. Candi-candi
yaitu, Candi Kalasan, Candi Gedong Songo, Kompleks Candi Dieng, Candi
Prambanan, Candi Borobudur, Candi Mendut, Candi Sewu dan Candi Plaosan.
IV.
Kehidupan
Sosial , Ekonomi, Politik dan Budaya
A.
Aspek Kehidupan Sosial
Kerajaan Mataram Kuno meskipun dalam
praktik keagamaannya terdiri atas agama Hindu dan agama Buddha, masyarakatnya
tetap hdup rukun dan saling bertoleransi. Sikap itu dibuktikan ketika mereka
bergotong royong dalam membangun Candi Borobudur. Masyarakat Hindu yang
sebenarnya tidak ada kepentingan dalam membangun Candi Borobudur, tetapi karena
sikap toleransi dan gotong royong yang telah mendarah daging turut juga dalam
pembangunan tersebut.
Keteraturan kehidupan sosial di
Kerajaan Mataram Kuno juga dibuktikan adanya kepatuhan hukum pada semua pihak.
Peraturan hukum yang dibuat oleh penduduk desa ternyata juga di hormati dan
dijalankan oleh para pegawai istana. Semua itu bisa berlangsung karena adanya
hubungan erat antara rakyat dan kalangan istana.
B. Aspek Kehidupan Ekonomi
Pusat kerajaan Mataram Kuno terletak di Lembah sungai Progo, meliputi daratan Magelang, Muntilan, Sleman, dan Yogyakarta. Daerah itu amat subur sehingga rakyat menggantungkan kehidupannya pada hasil pertanian. Hal ini mengakibatkan banyak kerajaan-kerajaan serta daerah lain yang saling mengekspor dan mengimpor hasil pertaniannya.Usaha untuk meningkatkan dan mengembangkan hasil pertanian telah dilakukan sejak masa pemerintahan Rakai Kayuwangi.
Usaha perdagangan juga mulai mendapat perhatian ketika Raja Balitung berkuasa. Raja telah memerintahkan untuk membuat pusat-pusat perdagangan serta penduduk disekitar kanan-kiri aliran Sungai Bengawan Solo diperintahkan untuk menjamin kelancaran arus lalu lintas perdagangan melalui aliran sungai tersebut. Sebagai imbalannya, penduduk desa di kanan-kiri sungai tersebut dibebaskan dari pungutan pajak. Lancarya pengangkutan perdagangan melalui sungai tersebut dengan sendirinya akan menigkatkan perekonomian dan kesejahteraan rakyat Mataram Kuno.
Pusat kerajaan Mataram Kuno terletak di Lembah sungai Progo, meliputi daratan Magelang, Muntilan, Sleman, dan Yogyakarta. Daerah itu amat subur sehingga rakyat menggantungkan kehidupannya pada hasil pertanian. Hal ini mengakibatkan banyak kerajaan-kerajaan serta daerah lain yang saling mengekspor dan mengimpor hasil pertaniannya.Usaha untuk meningkatkan dan mengembangkan hasil pertanian telah dilakukan sejak masa pemerintahan Rakai Kayuwangi.
Usaha perdagangan juga mulai mendapat perhatian ketika Raja Balitung berkuasa. Raja telah memerintahkan untuk membuat pusat-pusat perdagangan serta penduduk disekitar kanan-kiri aliran Sungai Bengawan Solo diperintahkan untuk menjamin kelancaran arus lalu lintas perdagangan melalui aliran sungai tersebut. Sebagai imbalannya, penduduk desa di kanan-kiri sungai tersebut dibebaskan dari pungutan pajak. Lancarya pengangkutan perdagangan melalui sungai tersebut dengan sendirinya akan menigkatkan perekonomian dan kesejahteraan rakyat Mataram Kuno.
C. Aspek
Kehidupan Politik
Untuk mempertahankan wilayah kekuasaannya, Mataram Kuno menjalin kerjasama dengan kerajaan tetangga, misalnya Sriwijaya, Siam dan India. Selain itu, Mataram Kuno juga menggunakan sistem perkawinan politik. Misalnya pada masa pemerintahan Samaratungga yang berusaha menyatukan kembali Wangsa Syailendra dan Wangsa Sanjaya dengan cara anaknya yang bernama Pramodyawardhani(Wangsa Syailendra) dinikahkan dengan Rakai Pikatan (Wangsa Sanjaya).
Wangsa Sanjaya merupakan penguasa awal di Kerajaan Mataram Kuno, sedangkan Wangsa Syailendra muncul setelahnya yaitu mulai akhir abad ke-8 M. Dengan adanya perkawinan politik ini, maka jalinan kerukunan beragama antara Hindu (Wangsa Sanjaya) dan Buddha (Wangsa Syailendra) semakin erat.
Untuk mempertahankan wilayah kekuasaannya, Mataram Kuno menjalin kerjasama dengan kerajaan tetangga, misalnya Sriwijaya, Siam dan India. Selain itu, Mataram Kuno juga menggunakan sistem perkawinan politik. Misalnya pada masa pemerintahan Samaratungga yang berusaha menyatukan kembali Wangsa Syailendra dan Wangsa Sanjaya dengan cara anaknya yang bernama Pramodyawardhani(Wangsa Syailendra) dinikahkan dengan Rakai Pikatan (Wangsa Sanjaya).
Wangsa Sanjaya merupakan penguasa awal di Kerajaan Mataram Kuno, sedangkan Wangsa Syailendra muncul setelahnya yaitu mulai akhir abad ke-8 M. Dengan adanya perkawinan politik ini, maka jalinan kerukunan beragama antara Hindu (Wangsa Sanjaya) dan Buddha (Wangsa Syailendra) semakin erat.
D.
Aspek Kehidupan Kebudayaan Hindu-Buddha
Semangat kebudayaan masyarakat Mataram Kuno sangat tinggi. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya peninggalan berupa prasasti dan candi. Prasasti peniggalan dari Kerajaan Mataram Kuno, seperti prasasti Canggal (tahun 732 M), prasasti Kelurak (tahun 782 M), dan prasasti Mantyasih (Kedu). Selain itu, juga dibangun candi Hindu, seperti candi Bima, candi Arjuna, candi Nakula, candi Prambanan, candi Sambisari, cadi Ratu Baka, dan candi Sukuh. Selain candi Hindu, dibangun pula candi Buddha, misalnya candi Borobudur, candi Kalasan, candi Sewu, candi Sari, candi Pawon, dan candi Mendut. Mereka juga telah mengenal bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa. Selain tiu, masyarakat kerajaan Mataram Kuno juga mampu membuat syair.
Semangat kebudayaan masyarakat Mataram Kuno sangat tinggi. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya peninggalan berupa prasasti dan candi. Prasasti peniggalan dari Kerajaan Mataram Kuno, seperti prasasti Canggal (tahun 732 M), prasasti Kelurak (tahun 782 M), dan prasasti Mantyasih (Kedu). Selain itu, juga dibangun candi Hindu, seperti candi Bima, candi Arjuna, candi Nakula, candi Prambanan, candi Sambisari, cadi Ratu Baka, dan candi Sukuh. Selain candi Hindu, dibangun pula candi Buddha, misalnya candi Borobudur, candi Kalasan, candi Sewu, candi Sari, candi Pawon, dan candi Mendut. Mereka juga telah mengenal bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa. Selain tiu, masyarakat kerajaan Mataram Kuno juga mampu membuat syair.
V.
Penyebab
Keruntuhan
Kemunduran
kerajaan Mataram Kuno disebabkan karena kedudukan ibukota kerajaan yang semakin
lama semakin lemah dan tidak menguntungkan. Hal ini disebabkan oleh:
1) Tidak memiliki
pelabuhan laut sehingga sulit berhubungan dengan dunia luar:
2) Sering dilanda
bencana alam oleh letusan Gunung Merapi;
3) Mendapat ancaman
serangan dari kerajaan Sriwijaya.
Oleh karena itu pada tahun 929 M
ibukota Mataram Kuno dipindahkan ke Jawa Timur (di bagian hilir Sungai Brantas)
oleh Empu Sindok. Pemindahan ibukota ke Jawa Timur ini dianggap sebagai cara
yang paling baik. Selain Jawa Timur masih wilayah kekuasaan Mataram Kuno, wilayah
ini dianggap lebih strategis. Hal ini mengacu pada letak sungai Brantas yang
terkenal subur dan mempunyai akses pelayaran sungai menuju Laut Jawa. Kerajaan
itu kemudian dikenal dengan Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Timur atau
Kerajaan Medang Kawulan.
VI.
Raja-raja
yang pernah memerintah Mataram Kuno
Selama 178 tahun berdiri, kerajaan mataram kuno
dipimpin oleh raja-raja yang sebagian terkenal dengan keberanian, kebijaksanaan
dan sikap toleransi terhadap agama lain. Adapun raja-raja yang sempat
memerintah kerajaan Mataram Kuno antara lain:
a) Rakai
Mataram Sang Ratu Sanjaya (732-760 M)
b) Sri
Maharaja Rakai Panangkaran (760-780 M)
c) Sri
Maharaja Rakai Panunggalan (780-800 M)
d) Sri
Maharaja Rakai Warak (800-820 M)
e) Sri
Maharaja Rakai Garung (820-840 M)
f)
Sri Maharaja Rakai Pikatan (840-863 M)
g) Sri
Maharaja Rakai Kayuwangi (863-882 M)
h) Sri
Maharaja Rakai Watuhumalang (882-898 M)
i) Sri
Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung (898-910 M)
1 komentar:
Dinasti Syailendra berkuasa di Sriwijaya Sumatera dan Medang Jawa Tengah
Posting Komentar